Mengintip Geliat Investasi Pasca Pelantikan Trump

Jakarta, KilasDunia – Pasca dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan sejumlah terobosan kebijakan, termasuk menginisiasi gencatan senjata di Gaza. Gencatan senjata tersebut disambut optimisme oleh banyak pihak, karena dianggap dapat meredakan ketegangan geopolitik sekaligus memberikan harapan bagi perbaikan situasi ekonomi global.

Di tengah harapan pada kebijakan global yang lebih stabil, Ekonom Center of Macroeconomics & Finance Indef Abdul Manap Pulungan menilai gencatan senjata memang dapat sedikit meredakan, namun itu belum cukup untuk memulihkan ekonomi dunia yang masih rapuh.

Apalagi saat ini prospek ekonomi global masih belum membaik. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada 2025 mencapai 3,3%. Sementara itu, untuk AS dan China diproyeksikan melambat menjadi 2,7% dan 4,6%.

“Gencatan senjata sedikit mendinginkan gejolak ekonomi global. Namun pasca pandemi terdapat permasalahan kronis di sektor ketenagakerjaan dan investasi, apalagi pengangguran di dunia sangat tinggi, dan investasi kini dihadapkan pada tingginya suku bunga kredit. Terlebih IMF memprediksi lalu lintas perdagangan dunia mungkin akan melambat sekitar 3,2% pada 2025,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Minggu (25/1/2025).

Abdul menilai gejolak geopolitik global dinilai masih menjadi momok besar bagi perekonomian dunia. Ketegangan yang terjadi antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, Rusia, serta Uni Eropa, ditambah lagi dengan konflik-konflik lain seperti Taiwan-China dan Korea Selatan-Korea Utara, bisa semakin memperburuk ketidakpastian global. “Kondisi ini juga dapat menyebabkan ketidakpastian global semakin tinggi,” katanya.

Di tengah situasi ekonomi seperti ini, Abdul menganalisis sektor ekonomi yang diuntungkan. “Pertama, sektor yang connect langsung dengan ekonomi global seperti pertanian dan komoditas. Kedua, sektor ekonomi hijau,” ucapnya.

Karena itu, ia menilai, Indonesia perlu memanfaatkan potensi sektor-sektor tersebut di tengah progres hilirisasi yang telah dilakukan agar mendapatkan nilai tambah yang lebih optimal.

Baca juga  Jelang Nataru, PLN UPT Semarang Berhasil Energize Trafo Kapasitas 60 MVA di Gardu Induk BSB

Bertahap Tambah Aset

Co-founder Tumbuh Makna (TMB), Benny Sufami memiliki pandangan yang lebih mendalam pada sektor domestik. Menurutnya, di kondisi seperti ini, peluang aset di sektor saham dan obligasi jangka waktu menengah serta panjang dapat membawa angin segar bagi investor.

“Saat ini terindikasi mengalami perbaikan di awal tahun, meskipun baru tahap awal, tapi bisa dikatakan saat ini menjadi awal yang baik pada tahun 2025. Apalagi didukung oleh konflik geopolitik yang mereda,” tegasnya.

Dalam pandangannya, investor perlu memanfaatkan moment fluktuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sempat berada di bawah 7.000, kini membuka peluang bagi investor untuk meningkatkan exposure ke kelas aset tersebut.

“Sebelumnya mungkin wait and see, tapi saat ini kita bisa mulai meningkatkan secara bertahap untuk menambah aset kelas tersebut,” lanjutnya.

Terlebih lagi, menurut Benny, investor perlu melihat kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan sebesar 0,25% menjadi 5,75%. Ini memberikan dorongan untuk ekonomi domestik. Sebab penurunan suku bunga mencerminkan inflasi masih akan tetap rendah. Sehingga sektor otomotif dan properti bisa diharapkan mendapatkan momentum untuk bisa mengalami perbaikan.

“Kebijakan ini membantu industri pembiayaan untuk kembali mendorong penjualan properti dan kendaraan bermotor. Sektor perbankan juga diuntungkan dikarenakan biaya pendanaan mereka menjadi lebih murah,” tutup Benny.

News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *