Jakarta, KilasDunia – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerangkan, dalam melakukan efisiensi anggaran Kementerian Dalam Negeri tahun 2025 pihaknya belajar dari situasi ketika dilanda pandemi COVID-19.
Efisiensi anggaran tersebut dilakukan merespons dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
“Kami juga belajar dari peristiwa COVID-19 yang lalu juga sama kami melihat ada perubahan yang drastis pada saat COVID 2020,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Tito mengatakan pada saat pandemi COVID-19, Kemendagri melakukan banyak pengurangan pada sejumlah kegiatan, misalnya kegiatan rapat-rapat yang dialihkan secara daring.
“Rapat-rapat fisik dikurangi diganti dengan zoom meeting kemudian juga pegawai yang tadinya 100 persen masuk kantor sampai pernah berkurang hingga 25 persen. Pada kenyataannya kegiatan Kemendagri dan BNPP tetap berjalan,” ucapnya.
Belajar dari pengalaman pandemi tersebut, Tito menekankan dalam melakukan efisiensi anggaran Kemendagri tahun 2025 pihaknya akan tetap berupaya mengedepankan program utama yang harus tetap berjalan.
“Belajar dari pengalaman itu dan juga melihat dari efisiensi ini tentunya kami akan menyesuaikan, jangan sampai membuat program-program utama Kemendagri dan BNPP ini jadi terhambat,” tutur Tito yang juga menjabat sebagai Kepala BNPP (Badan Nasional Pengelola Perbatasan).
Tito mengatakan pagu anggaran Kementerian Dalam Negeri tahun 2025 dilakukan efisiensi hingga 50 persen dari semula Rp4.792.328.518.000, menjadi sebesar Rp2.038.635.518.000.
“Dari total yang semula pagu anggaran yang sudah disampaikan Rp4,7 triliun atau efisiensinya lebih kurang 57,46 persen, sehingga sisa pagu Kemendagri Rp2 triliun lebih atau 42,54 persen,” lanjut Tito.
Dia lantas merinci efisiensi terhadap 16 item di Kemendagri itu mencakup alat tulis kantor sekitar 90 persen; kegiatan seremonial (56,9 persen); rapat, seminar dan sejenisnya (45 persen); kajian dan analisis (51,5 persen); diklat dan bimtek (29 persen); honor output kegiatan dan jasa profesi (40 persen); percetakan dan souvenir (75,9 persen); sewa gedung, kendaraan dan peralatan (73,3 persen).
Selanjutnya, lisensi aplikasi (21,6 persen); jasa konsultasi (45,7 persen); bantuan pemerintah (16,7 persen); pemeliharaan dan perawatan (10,2 persen); perjalanan dinas (53,9 persen); peralatan dan mesin (28 persen); infrastruktur (34,3 persen); serta belanja lainnya (59,1 persen).